Di bawah ini ialah salah satu contoh makalah manajemen berbasis sekolah dengan judul: “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan”. Referensi atau sumber bacaan makalah kami sertakan di simpulan teladan makalah ini untuk telaah oleh masing-masing pembaca semoga ludang kecepeh mengembangkan bahasan makalah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah.
A. Penberlalu dan silaman
Munculnya Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 perihal otonomi daerah, serta UU. No. 25 perihal perimbangan keuangan pusat dan tempat yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan tempat sehingga ludang kecepeh otonom tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Otonomi tempat sebagai kudang kecepejakan politik makro akan memmemberikan berakibat terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan. Dengan adanya kudang kecepejakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom yaitu dengan model manajemen berbasis sekolah atau school based management.
Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menyampaikan otonomi pada sekolah untuk memilih kudang kecepejakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan semoga sanggup mengakomodasi harapan masyarakat setempat serta menjalin kolaborasi yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS terlahir dengan dejumlah nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen berdikari sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan pementingan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut mempunyai roh yang sama, yakni sekolah diharapkan menjadi ludang kecepeh otonom dalam terlaksanakan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M (man, money, dan material).
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini dimemberikankan tidak lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh lantaran itu, maka Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Mulyasa, 2002)
Sekolah ialah potongan yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan forum yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah forum sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat ialah pemilik sekolah, sekolah ada lantaran masyarakat memerlukannya.
Beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini yakni:
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan pemikiran gres pendidikan, yang memmemberikankan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kudang kecepejakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif gres dalam pengelolaan pendidikan yang ludang kecepeh menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis menyampaikan Manajemen berbasis sekolah (MBS) ialah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan (Nurkolis, 2003).
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sanggup didefinisikan sebagai model manajemen yang memmemberikankan otonomi ludang kecepeh besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara eksklusif tiruana warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang renta siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kudang kecepejakan pendidikan nasional.
Ludang kecepeh lanjut istilah manajemen sekolah kerap disandingkan dengan istilah manajemen sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan manajemen ludang kecepeh luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen ludang kecepeh luas dibanding manajemen (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen serupa dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan manajemen mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengmemperbaiki (evaluation). Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kolaborasi yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Mansur, 1989)
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan kondisi setempat, sekolah sanggup meningkatkan kesejahteraan guru sehingga sanggup ludang kecepeh berkonsentrasi pada tugasnya;
Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
Guru didorong untuk memberikannovasi;
Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan penerima didik.
E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) bekerjsama telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk sanggup mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan terlaksanakan otonomi tempat sebagai pemikiran gres dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak mempunyai banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kudang kecepejakan perihal penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya mendapatkan apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke tempat menelusuri kanal birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran kalau evaluasi simpulan yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut ludang kecepeh dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini ludang kecepeh dari separuh dana pendidikan bekerjsama digunakan untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
MBS ialah upaya serius yang rumit, yang memunculkan banyak sekali gosip kudang kecepejakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung tpendapat dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh alasannya itu, tiruana pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting ialah pengaruhnya terhadap prestasi berguru pelajar dan siswa (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah sanggup berpengertian dan klarifikasi desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung tpendapat tingkat sekolah dalam membuat keputusan atas problem signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kudang kecepejakan, kurikulum, sesuai ketentuan, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh knorma dan sopan santun perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, menjadikan hasil berguru siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu taktik untuk mencapai transformasi sekolah.
Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat menyerupai Inggris, dimana ludang kecepeh dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya ludang kecepeh dari satu dekade. Atau menyerupai Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman homogen selama ludang kecepeh dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini sepertinya tidak sanggup dilacak mengundurkan diri . Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan ialah “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu taktik dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, menyerupai kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak bayangan pengertian dan penjelasan. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang ludang kecepeh fundamental dari “sekolah” dan “manajemen” ialah berbeda, menyerupai berbedanya budaya dan evaluasi yang melandasi upaya-upaya pembuat kudang kecepejakan dan praktisi. Namun demikian, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan ialah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung tpendapat di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu pengertian dan klarifikasi sistem terpelihara. Satu implikasi penting ialah bahwa para pemimpin sekolah harus mempunyai kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.
Sejak awal, pemerintah pusat dan tempat seyogyanya suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk memilih cara mencapai target pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya mempunyai komitmen tertulis yang menyatakan sesuai ketentuan yang akan digunakan sebagai dasar pepenilaianan akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang meliputi “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah memakai sumber dayanya, dan apa planning selanjutnya.”
Perlu diadakan training dalam bidang-bidang menyerupai dinamika kelompok, pemecahan problem dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen kehilangan nalar s, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi tiruana pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan komplemen training kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan manajemen berbasis sekolah mensyaratkan yang memberikankut :
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjadi kudang kecepejakan gres yang sejalan dengan pemikiran desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan semoga penerapan MBS sanggup benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu taktik ialah membuat prakondisi yang aman untuk sanggup mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, yakni :
G. Penutup
Secara sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada berharap reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian taktik yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan taktik yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.
Daftar Bacaan
A. Penberlalu dan silaman
Munculnya Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 perihal otonomi daerah, serta UU. No. 25 perihal perimbangan keuangan pusat dan tempat yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan tempat sehingga ludang kecepeh otonom tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Otonomi tempat sebagai kudang kecepejakan politik makro akan memmemberikan berakibat terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan. Dengan adanya kudang kecepejakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom yaitu dengan model manajemen berbasis sekolah atau school based management.
Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menyampaikan otonomi pada sekolah untuk memilih kudang kecepejakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan semoga sanggup mengakomodasi harapan masyarakat setempat serta menjalin kolaborasi yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS terlahir dengan dejumlah nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen berdikari sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan pementingan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut mempunyai roh yang sama, yakni sekolah diharapkan menjadi ludang kecepeh otonom dalam terlaksanakan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M (man, money, dan material).
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini dimemberikankan tidak lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh lantaran itu, maka Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Mulyasa, 2002)
Sekolah ialah potongan yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan forum yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah forum sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat ialah pemilik sekolah, sekolah ada lantaran masyarakat memerlukannya.
Beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini yakni:
- Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
- Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
- Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
- Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
- Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan pemikiran gres pendidikan, yang memmemberikankan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kudang kecepejakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif gres dalam pengelolaan pendidikan yang ludang kecepeh menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis menyampaikan Manajemen berbasis sekolah (MBS) ialah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan (Nurkolis, 2003).
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sanggup didefinisikan sebagai model manajemen yang memmemberikankan otonomi ludang kecepeh besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara eksklusif tiruana warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang renta siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kudang kecepejakan pendidikan nasional.
Ludang kecepeh lanjut istilah manajemen sekolah kerap disandingkan dengan istilah manajemen sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan manajemen ludang kecepeh luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen ludang kecepeh luas dibanding manajemen (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen serupa dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan manajemen mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengmemperbaiki (evaluation). Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kolaborasi yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Mansur, 1989)
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
- Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
- Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
- Meningkatkan tanggung tpendapat sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah perihal mutu sekolahnya; dan
- Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah perihal mutu pendidikan yang akan dicapai.
- Kudang kecepejaksanaan dan kewenangan sekolah membawa efek eksklusif kepada penerima didik, orang tua, dan guru.
- Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
- Efektif dalam melaksanakan pembinaan penerima didik menyerupai kedatang an, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
- Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Berdasarkan kondisi setempat, sekolah sanggup meningkatkan kesejahteraan guru sehingga sanggup ludang kecepeh berkonsentrasi pada tugasnya;
Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
Guru didorong untuk memberikannovasi;
Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan penerima didik.
E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) bekerjsama telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk sanggup mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan terlaksanakan otonomi tempat sebagai pemikiran gres dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak mempunyai banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kudang kecepejakan perihal penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya mendapatkan apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke tempat menelusuri kanal birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran kalau evaluasi simpulan yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut ludang kecepeh dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini ludang kecepeh dari separuh dana pendidikan bekerjsama digunakan untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
MBS ialah upaya serius yang rumit, yang memunculkan banyak sekali gosip kudang kecepejakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung tpendapat dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh alasannya itu, tiruana pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting ialah pengaruhnya terhadap prestasi berguru pelajar dan siswa (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah sanggup berpengertian dan klarifikasi desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung tpendapat tingkat sekolah dalam membuat keputusan atas problem signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kudang kecepejakan, kurikulum, sesuai ketentuan, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh knorma dan sopan santun perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, menjadikan hasil berguru siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu taktik untuk mencapai transformasi sekolah.
Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat menyerupai Inggris, dimana ludang kecepeh dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya ludang kecepeh dari satu dekade. Atau menyerupai Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman homogen selama ludang kecepeh dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini sepertinya tidak sanggup dilacak mengundurkan diri . Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan ialah “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu taktik dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, menyerupai kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting (Mansur, 1989)
Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak bayangan pengertian dan penjelasan. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang ludang kecepeh fundamental dari “sekolah” dan “manajemen” ialah berbeda, menyerupai berbedanya budaya dan evaluasi yang melandasi upaya-upaya pembuat kudang kecepejakan dan praktisi. Namun demikian, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan ialah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung tpendapat di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu pengertian dan klarifikasi sistem terpelihara. Satu implikasi penting ialah bahwa para pemimpin sekolah harus mempunyai kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.
Sejak awal, pemerintah pusat dan tempat seyogyanya suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk memilih cara mencapai target pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya mempunyai komitmen tertulis yang menyatakan sesuai ketentuan yang akan digunakan sebagai dasar pepenilaianan akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang meliputi “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah memakai sumber dayanya, dan apa planning selanjutnya.”
Perlu diadakan training dalam bidang-bidang menyerupai dinamika kelompok, pemecahan problem dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen kehilangan nalar s, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi tiruana pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan komplemen training kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan manajemen berbasis sekolah mensyaratkan yang memberikankut :
- MBS harus menerima santunan staf sekolah.
- MBS ludang kecepeh mungkin berhasil kalau diterapkan secara bertahap.
- Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh training penerapannya, pada ketika yang sama juga harus berguru mengikuti keadaan dengan kiprah dan kanal komunikasi yang baru.
- Harus disediakan santunan anggaran untuk training dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
- Pemerintah pusat dan tempat harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya membuatkan kewenangan ini dengan para guru dan orang renta pelajar dan siswa.
- Tidak Berminat Untuk Terlibat; ada sebagian orang tidak menginginkan kerja komplemen selain pekerjaan yang kini mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berdasarkan mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus ludang kecepeh banyak memakai waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak mempunyai banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak tiruana guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
- Tidak Efisien; pengambilan keputusan partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali ludang kecepeh lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus sanggup bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain.
- Pikiran Kelompok; sehabis beberapa ketika bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi berberesiko positif lantaran saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu mengakibatkan anggota terlalu kompromis hanya lantaran tidak merasa lezat berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada ketika inilah dewan sekolah mulai terserang “pikiran kelompok.” Ini berbahaya lantaran keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
- Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan perihal hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
- Kudang kecepengungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah kiprah dan tanggung tpendapat pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kudang kecepengungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung tpendapat pengambilan keputusan.
- Ketidak ringan dan sepelean Koordinasi; setiap penerapan model yang rumit dan meliputi kegiatan yang bermacam-macam mengharuskan adanya koordinasi yang dampak dan imbastif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang bermacam-macam akan berjalan sendiri menjauh dari tujuan sekolah.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjadi kudang kecepejakan gres yang sejalan dengan pemikiran desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan semoga penerapan MBS sanggup benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu taktik ialah membuat prakondisi yang aman untuk sanggup mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, yakni :
- Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orang renta siswa. Upaya untuk memperkuat kiprah kepala sekolah harus menjadi kudang kecepejakan yang mengiringi penerapan kudang kecepejakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
- Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungtpendapatan kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster perihal planning kegiatan sekolah.
- Pemerintah pusat ludang kecepeh memainkan kiprah monitoring dan memperbaiki. Dalam hal ini, pemerintah pusat dan pemerintah tempat perlu melaksanakan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan memperbaiki terlaksanakan MBS di sekolah, termasuk terlaksanakan block grant yang diterima sekolah.
- Mengembangkan model aktivitas pemberdayaan sekolah. Bukan sekedar melaksanakan training MBS, yang ludang kecepeh banyak dipenuhi dengan pemmemberikanan informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dipenilaian ludang kecepeh memmemberikankan hasil yang ludang kecepeh konkret dibandingkan dengan pola-pola usang berupa penataran MBS (Depdiknas, 2001)
- Sanggup memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
- Dapat menuntaskan kiprah dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
- Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
- Mampu menjalin korelasi yang serasi dengan masyarakat sehingga sanggup melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
- Bekerja dengan tim manajemen
- Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
G. Penutup
Secara sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada berharap reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian taktik yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan taktik yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.
Daftar Bacaan
- Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
- Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
- Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
- Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
- Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
- Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
- Sonhadji, Ahmad. 2003. Modul Bahan-Bahan Kuliah Manajemen Strategik. Universitas Negeri Malang
Advertisement