'/> Pengertian Fabel, Sejarah Dan Contohnya

Info Populer 2022

Pengertian Fabel, Sejarah Dan Contohnya

Pengertian Fabel, Sejarah Dan Contohnya
Pengertian Fabel, Sejarah Dan Contohnya

 Menurut  kamus  besar  bahasa  Indonesia Pengertian Fabel, Sejarah dan Contohnya
Pengertian Fabel - Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fabel yang berasal dari bahasa Inggris fable yaitu kisah yang menggambarkan tabiat dan budi insan yang pelakunya diperankan oleh binatang.

Fabel merupakan dongeng yang ditokohi hewan peliharaan dan hewan liar, mirip hewan menyusui, burung, hewan melata (reptillia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam kisah jenis ini sanggup berbicara dan berakal budi mirip insan (Danandjaja, 2002, h.86).

Dengan demikian dongeng hewan menyimbolkan hewan dalam setiap ceritanya, dimana hewan - hewan itu mempunyai tabiat mirip manusia, berbicara, dan berakal budi. Seolah-olah hewan itu hidup dan mempunyai kebudayaan masyarakat.

Walaupun fabel atau dongeng hewan termasuk karya sastra, namun ada beberapa perbedaan yaitu: sifat kisah jenaka dan kebanyakan ditujukan untuk belum dewasa sehingga alur kisah mulai dari awal, titik klimaks hingga simpulan kisah diberisi pesan moral baik dan selalu diakhiri secara damai, baik-baik tanpa kekerasan. Dongeng fabel tidak mengandung unsur-unsur magis, khayalan dan angan-angan (seperti dalam mite dan legenda). Tetapi, ludang keringh mengedepankan kefaktualan semoga pesan moral sanggup dipahami anak-anak. Itulah klarifikasi singkat wacana pengertian fabel. Untuk menelusuri kemunculan fabel sanggup diketahui melalui sejarahnya diberikut ini.

Sejarah Fabel di Indonesia

Kemunculan dongeng hewan (fabel) di Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan Indonesia dimasa lampau, dimana agama Hindu-Budha menjadi agama lebih banyak didominasi waktu itu. Sugiarto (2009) beropini bahwa:

Fabel awalnya muncul di India, pengarang fabel memakai tokoh hewan sebagai pengganti manusia, atas dasar kepercayaan bahwa hewan bersaudara dengan manusia. Adapun tujuan dongeng fabel ini untuk memdiberi masukan secara halus (secara ibarat) kepada Raja Dabsyalim, Raja India masa itu. Raja tersebut memerintah secara zalim kepada rakyatnya. Sehingga rakyat menciptakan masukan untuk rajanya dengan bercerita yang memakai hewan sebagai tokohnya, dimana bila masukan itu bila ditunjukkan eksklusif kepada raja, maka rakyat tersebut akan mendapat bahaya dari raja.

Bertepatan dengan masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia, maka fabel masuk kesustraan Melayu Lama Indonesia dan berkembang pada zaman tersebut. Ini dibuktikan oleh salah satu peneliti Dixon, berdasarkan Dixon (seperti dikutip Danandjaja, 2002) dongeng tokoh penipu sang Kancil terdapat di Indonesia pada daerah-daerah yang paling besar lengan berkuasa mendapat pegaruh Hinduisme, yang erat hubungannya dengan kerajaan Jawa Hindu dari era VII hingga dengan era XIII. Hipotesanya diperkuat dengan bukti-bukti bahwa dongeng sang Kancil juga terdapat di Melanesia dan Asia Tenggara ke Timur, yang tidak mempunyai kekerabatan dengan kebudayaan Hindu. Baca pula: pengertian dongeng dan ciri-cirinya.

Menurut Sir Richard Windsted (seperti dikutip Danandjaja, 2002) bahwa pada era II Sebelum Masehi pada suatu Stupa di Barhut Allahabad India telah diukirkan orang adegan-adegan dongeng hewan (fabel) yang berasal dari kisah agama Budha, yang dikenal sebagai Jatakas.

Berdasarkan rekonstruksi Windsted, dongeng hewan itu menyebar keluar India, bukan saja kearah barat menuju ke Afrika, tetapi juga kearah timur menuju ke Indonesia dan Malaysia bab barat. Bukti-bukti yang dikemukakan Windsted telah memperkuat hipotesisnya bahwa persamaan dongeng- dongeng di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), Afrika dan India yaitu sebagai jawaban difusi, bukan merupakan inovasi yang bangkit sendiri ( independent invention ), atau inovasi sejajar ( parallel invention). Selanjutnya masuknya agama Islam pada era XIII bersamaan dengan ikut masuknya goresan pena Arab (Kristantohadi, 2010), masyarakat pribumi mulai memakai budaya tulis dan dipakai secara menyeluruh. Oleh alasannya yaitu itu, dongeng hewan (fabel) ditulis memakai bahasa Arab dan diubah dari cerita-cerita Hindu menjadi bentuk hikayat dalam Islam, dengan tujuan untuk menyebarluaskan agama Islam di kalangan pribumi.

Salah satu misalnya yaitu Hikayat Khalilah dan Daninah. Hikayat ini merupakan sebuah terjemahan dari bahasa Arab. Meskipun demikian, karya sastra ini bukanlah karangan orisinil dalam bahasa Arab, melainkan sebuah terjemahan dari bahasa Persia. Karangan dalam bahasa Persia ini merupakan terjemahan dari bahasa Sansakerta. Karya ini merupakan kumpulan fabel karya Baidaba, seorang filsuf yang hidup pada era ke-3 masehi, nama orisinil karya tersebut yaitu Karna dan Damantaka (Sugiarto, 2009, h.18).

Dalam suatu kebudayaan, hewan - hewan itu biasanya terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatangya yaitu rubah (fox) yang berjulukan Reinard de Fox. Di Amerika tokoh binatangnya kelinci, dan di Indonesia binatangnya yaitu pelanduk (kancil) yang sering didiberi nama si kancil (Danandjaja, 2002, h.86).

Dalam setiap kisah niscaya ada lawannya sama halnya dalam dongeng hewan (fabel), tidak tiruana hewan mempunyai sifat-sifat yang baik tetapi ada juga tokoh hewan yang memilik sifat pandir, yang selalu menjadi lawan sang tokoh utama, di Indonesia tokoh itu yaitu harimau. Dalam dongeng hewan (fabel) Indonesia, tokoh yang paling terkenal yaitu sang Kancil, tokoh hewan licik ini didalam ilmu folklor dan antropologi disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu.

McKean (seperti dikutip Danandjaja, 2002) telah mencoba mengulas dongeng kancil dengan mempergunakan dua macam pendekatan, yakni: pertama historis-difusionis, dan strukturalis. Menurut McKean metode ini sanggup mengungkapkan hipotesis tabiat bangsa Indonesia (ludang keringh khusus lagi orang Jawa). Metode difusionisme sanggup membuktikan asal dongeng sang kancil, tetapi tidak sanggup membuktikan bagaimana dongeng-dongeng itu bekerjasama dengan kebudayaan setempat. Untuk sanggup mengerti fenomena itu McKean telah mencoba mencarinya dengan tunjangan metode analisis strukturalis. Dengan metode strukturalis ini, sanggup diketahui kepribadian folk Jawa, yang mendukung dongeng sang kancil. Dimana masyarakat Jawa dalam mengasuh anaknya mempergunakan dongeng sang kancil, untuk menanamkan skor- skor yang terkandung didalam dongeng itu ke dalam benak anak-anaknya. Karena kancil mewakili tipe ideal orang Jawa (Melayu - Indonesia) sebagai lambang kecerdikan yang tenang dalam menghadapi kesukaran, selalu sanggup dengan cepat memecahkan masalah-masalah yang rumit tanpa banyak ribut dan emosi.

Demikian klarifikasi untuk memahami pengertian fabel dan sejarahnya termasuk contoh-contoh fabel yang muncul dan dikenang hingga ketika ini. Semoga berkhasiat. 
Advertisement

Iklan Sidebar