Di bawah ini yaitu contoh makalah teori mencar ilmu dan pembelajaran dengan judul atau tema : “Beberapa Pokok Pikiran Tentang Belajar dan Pembelajaran”. Sebagian dari goresan pena ini disampaikan dalam Pelatihan Training of Trainers (TOT) dan Evaluasi Kemampuan Mengajar PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, September 1998, dan disarikan dari buku Perguruan Tinggi Perkembangan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat, 1999 oleh Prof. Dr. Conny Semiawan.
I. PENDAHULUAN
Mengapa insan belajar? Pertanyaan ini berkaitan dengan milenium ketiga yang telah berada di depan pinto. Era ini ditandai oleh aneka macam perubahan cepat yang terjadi dan sering tidak diantisipasi sebelumnya. Era global menjadikan kita terekspos oleh aneka macam kejadian dan tuntutan kondisi yang dipersyaratkan di masa yang akan datang. Secara pintar perlu ada refleksi terhadap cara kita metidak ada yang kurangi diri dalam memenuhi tuntutan tersebut. Berbagai perubahan tersebut dikomuni melalui isu dengan aneka macam media, mirip komputer data base dan jaringan isu canggih yang beraneka ragam. Semakin usang semakin canggih isu yang harus disampaikan ke tangan pemakainya. Bila kita tidak mau terpelanting dalam periode global tersebut, maka pertidak ada yang kurangan insan hares disertai upaya belajar. Sementara itu, mencar ilmu merupakan kebutuhan hidup yang "self-generating" yang mengupayakan dirinya sendiri, alasannya yaitu semenjak lahir insan mempunyai dorongan melangsungkan hidup, menuju tujuan tertentu, sadar atau tidak sadar (Adler: Leitlinie = garis hidup). Hal tersebut bukan saja alasannya yaitu ikhtiar untuk melangsungkan hidup bersumber dari dirinya, menyerupai ada self-starter dalam dirinya, melainkan juga alasannya yaitu sebagai makhluk sosial ia harus mempertahankan hidup. Demikian dua dorongan esensial dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk tumbuh kembang dan dorongan untuk mempertahankan diri menjelaskan alasan insan itu belajar. Jadi, insan mencar ilmu terus menerus untuk bisa mencapai kemandirian dan sekaligus bisa menyesuaikan diri terhadap aneka macam perubahan lingkungan.
II. BELAJAR: KONSEP DAN TEORINYA
Berbagai teori ihwal mencar ilmu terkait dengan penitikberatan terhadap imbas lingkungan dan imbas potensi yang dibawa semenjak lahir. Potensi itu biasanya merupakan kemungkinan kemampuan umum. seseorang secara genetis telah lahir dengan suatu organ yang disebut kemampuan umum (intelegensi) yang bersumber dari otak. Apabila struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya (Semiawan, C., 1997). Jadi, apabila lingkungan besar lengan berkuasa konkret bagi dirinya, kemungkinan besar potensi tersebut berkembang mencapai realisasi optimal.
Otak yang dibawa semenjak lahir tersebut terdiri atas dua belahan otak, kiri dan kanan (left hemisphere and right hemisphere), yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua belahan otak tersebut mempunyai fungsi, kiprah dan respon yang berbeda, dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan (Semiawan, C., 1997). Dalam upaya insan belajar, belahan otak kanan berfungsi menangkap keseluruhan yang berpengertian dan penjelasan, kreatif dan imajinatif, sedangkan belahan otak kiri berfungsi untuk mengamati hal-hal yang logis, linier, dan teratur. Kedua belahan otak itu dalam pembelajaran sebaiknya berfungsi dalam keseimbangan. Jadi, konsep mencar ilmu mengandung implikasi memfungsikan aspek nalar, logis maupun kreatif (baca pula definisi mencar ilmu dalam pengertian mencar ilmu berdasarkan para sangat menguasai). Berikut ini ada beberapa aliran yang besar lengan berkuasa di dunia ilmu dalam mengartikan belajar.
Belajar berdasarkan Visi Behaviorisme
Behaviorisme yaitu aliran psikologi yang percaya bahwa insan terutama mencar ilmu alasannya yaitu imbas lingkungan. Belajar berdasarkan teori behaviorisme yang agak radikal yaitu perubahan sikap yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanisme. Oleh alasannya yaitu itu, lingkungan yang sistematis, teratur dan terpola sanggup memmemberikankan imbas (stimulus) yang baik sehingga insan bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memmemberikankan respon yang sesuai.
Ada dua tokoh dikenal dan banyak dipakai dalam behaviorisme yang memelopori teori ini dan mempunyai perbedaan dalam menjelaskan proses terjadinya belajar. Pertama, yaitu Pavlov yang berbicara ihwal stimulus yang dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk memmemberikankan capons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan lingkungan (refleks yang dikondisikan) selanjutnya disebut classical Conditioning. Kedua, yaitu Skinner yang agak berbeda pendiriannya dengan Pavlov. Skinner beropini bahwa sikap insan yang sanggup diamati secara eksklusif yaitu tanggapan konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan, maka hal tersebut akan diulanginya lagi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut yaitu kekuatan pengulang (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi. Teori ini dikenal dengan sebutan operant conditioning. Belajar yaitu tanggapan (konsekuensi, kekuatan pengulang) dari suatu perbuatan yang mengdatang kan perbuatan tersebut kembali. Apabila perbuatan tersebut menyenangkan (contohnya seseorang yang lapar dan makan, merasa nikmat apabila kenyang), lain kali akan makan lagi kalau lapar (positive reinforcement). Sebaliknya, apabila balasannya tidak nikmat (contohnya apabila terlalu kenyang), maka tidak akan terdorong untuk dilakukan lagi (negative reinforcement).
Sekelumit ihwal Belajar berdasarkan Konstruktivisme
Berbeda dari pendapat behaviorisme yaitu konstruktivisme yang merupakan salah Saw pandangan psikologi kognitif Konstruktivisme bertolak dari pendapat bahwa mencar ilmu yaitu membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri (Bootzin, 1996), sehabis dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (form within).
Dalam perbuatan mencar ilmu mirip itu bukan apa (isi) pembelajarannya yang penting, melainkan bagaimana mempergunakan peralatan mental kita untuk menguasai hal-hal yang kita pelajari. Pengetahuan itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri seseorang melalui pengalaman, pengamatan, pencernaan (digest), dan pemahamannya.
III. KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Belajar berdasarkan Klien (Learning Principles and Application, 1993, halaman 2), adalah: Proses eksperiensial (pengalaman) yang menghasilkan perubahan sikap yang relatif permanen dan yang tidak sanggup dijelaskan dengan keadaan sementara kedewasaan, atau tendensi alamiah.
Rumusan Klien yang agak behavioristik meskipun dipengaruhi oleh fenomenologi dan menunjuk pada experiential learning, perlu disela dengan orientasi konstruktivisme yang merupakan bab dari psikologi mencar ilmu yang berorientasi humanistik. Artinya, memang mencar ilmu tidak terjadi alasannya yaitu proses kematangan dari dalam saja (innate tendencies, yang merupakan faktor genetis), melainkan juga alasannya yaitu pengalaman yang perolehannya bersifat eksistensial. Penulis menambahkan bahwa psikologi mencar ilmu yang berorientasi pada pendekatan humanistik dipengaruhi oleh adanya kebebasan individu yang dilandasi oleh potensi talenta dan minatnya untuk berbagi sikap yang terarah atas tanggung tpendapat dan pilihannya sendiri.
Aktualisasi diri yang berawal dari tergeraknya potensi dari dalam (from within) yaitu permulaan insan mencar ilmu mencapai realisasi diri secara optimal. Untuk itu, ia mencar ilmu bagaimana ia harus mencar ilmu sepanjang hayat.
IV. BAGAIMANA KITA BELAJAR?
Bagaimana kita belajar, sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro mencar ilmu terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Pengaruh negatif sanggup tiba dari luar dinding sekolah ditambah pula oleh orientasi pembelajaran yang ditandai oleh ciri alienatif alasannya yaitu keterasingan pebelajar dari proses mencar ilmu yang sesungguhnya. Hal ini terutama berkaitan dengan proses mencar ilmu yang bersifat satu arah, di mana guru mempertanggungtpendapatkan "body of material" secara sepihak. Si pelajar secara mayoritas bersifat pasifkarena guru mengalirkan sejumlah ilmu kepadanya, menyerupai suatu ember yang airnya dituangkan dari luar ke dalam dirinya.
Padahal psikologi kontemporer ihwal mencar ilmu (konstruktivisme) mengisyaratkan bahwa mencar ilmu yaitu mengonstruksikan pengetahuan yang terjadi from within. Jadi, tidak memompakan pengetahuan itu ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu bercengkrama yang ditandai oleh suasana mencar ilmu yang bercirikan pengalaman dua sisi (two-sided experience, Buber, 1970). Ini berarti bahwa penitikberatan tidak lagi seharusnya pada kuantitas materi, melainkan pada upaya biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara dampak dan imbastif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif.
Coleman di dalam bukunya "Emotional Intelligence" (1995), mengisyaratkan bahwa insan mempunyai dua segi mental, pertama, berasal dari kepala (head) dengan ciri kognitif dan kedua, berasal diri hati sanubari (heart), dengan ciri afektif. Antara kehidupan kognitif dan kehidupan afektif ada korelasi yang erat. Di dalam struktur otak neuron sel otak yang menghubungkan dua kehidupan ini disebut extended amygdala.
Penggunaan fungsi otak yang dampak dan imbastif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang dinamis dengan fingkungan yang meliputi ciri-ciri fisik, mental dan sentimental yang menjadikan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan berakibat terhadap pemekaran kemampuan insan secara optimal.
Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur dalam pendekatan sistemnya yang disebut analisis dua jalur two road analysis (front-end, muka belakang), yaitu meliputi tiga komponen, yaitu sebuah incaran group analysis (siapa penerima didik yang kita hadapi), content analysis (apa target kegiatan kita), serta context analysis. Artinya, apa relevansi kegiatan itu (konteks) dan terkait dengan itu, kompetensi apa yang diharapkan pada ujung kegiatan tersebut (end). Untuk menjalani pekerjaan tertentu (job analysis), sanggup diadakan dianalisis dari muka (front) ke belakang (end) dan dari belakang ke muka. Konten apa yang perlu dimemberikankan untuk mempunyai kemampuan sesuai dengan tuntutan pekerjaan (front) populasi target tertentu. Jadi, analisis populasi sasaran, analisis konteks dan konten yaitu kerangka dari analisis sistem tersebut. Dalam hal terakhir berkenaan dengan konten itulah perlu dijaga kurikulum (rancangan belajar) yang menjadi cakupan (area of interest) untuk dijaga koherensinya serta menyaring "banjir" isu tanggapan globalisasi. Tentu saja pengembangan kurikulum mirip ini memerlukan sosialisasi, pembinaan (training) dan pengembangan, sehingga meningkatkan dampak dan imbastivitas penyelenggara pendidikan.
V. PENUTUP
Bagaimana kita mencar ilmu sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Proses mencar ilmu diupayakan biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara dampak dan imbastif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama juga keterlibatan sentimental yang kreatif. Dengan demikian, proses mencar ilmu ini disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur yang dalam pendekatan sistemnya meliputi figa komponen, yaitu analisis konten (content analysis) yang dikaitkan dengan kepada siapa (analisis populasi target atau sebuah incaran group anaysis) konten tersebut serta dalam konteks apa (analisis konteks, context analysis) pembelajaran dilakukan.
REFERENSI
I. PENDAHULUAN
Mengapa insan belajar? Pertanyaan ini berkaitan dengan milenium ketiga yang telah berada di depan pinto. Era ini ditandai oleh aneka macam perubahan cepat yang terjadi dan sering tidak diantisipasi sebelumnya. Era global menjadikan kita terekspos oleh aneka macam kejadian dan tuntutan kondisi yang dipersyaratkan di masa yang akan datang. Secara pintar perlu ada refleksi terhadap cara kita metidak ada yang kurangi diri dalam memenuhi tuntutan tersebut. Berbagai perubahan tersebut dikomuni melalui isu dengan aneka macam media, mirip komputer data base dan jaringan isu canggih yang beraneka ragam. Semakin usang semakin canggih isu yang harus disampaikan ke tangan pemakainya. Bila kita tidak mau terpelanting dalam periode global tersebut, maka pertidak ada yang kurangan insan hares disertai upaya belajar. Sementara itu, mencar ilmu merupakan kebutuhan hidup yang "self-generating" yang mengupayakan dirinya sendiri, alasannya yaitu semenjak lahir insan mempunyai dorongan melangsungkan hidup, menuju tujuan tertentu, sadar atau tidak sadar (Adler: Leitlinie = garis hidup). Hal tersebut bukan saja alasannya yaitu ikhtiar untuk melangsungkan hidup bersumber dari dirinya, menyerupai ada self-starter dalam dirinya, melainkan juga alasannya yaitu sebagai makhluk sosial ia harus mempertahankan hidup. Demikian dua dorongan esensial dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk tumbuh kembang dan dorongan untuk mempertahankan diri menjelaskan alasan insan itu belajar. Jadi, insan mencar ilmu terus menerus untuk bisa mencapai kemandirian dan sekaligus bisa menyesuaikan diri terhadap aneka macam perubahan lingkungan.
II. BELAJAR: KONSEP DAN TEORINYA
Berbagai teori ihwal mencar ilmu terkait dengan penitikberatan terhadap imbas lingkungan dan imbas potensi yang dibawa semenjak lahir. Potensi itu biasanya merupakan kemungkinan kemampuan umum. seseorang secara genetis telah lahir dengan suatu organ yang disebut kemampuan umum (intelegensi) yang bersumber dari otak. Apabila struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya (Semiawan, C., 1997). Jadi, apabila lingkungan besar lengan berkuasa konkret bagi dirinya, kemungkinan besar potensi tersebut berkembang mencapai realisasi optimal.
Otak yang dibawa semenjak lahir tersebut terdiri atas dua belahan otak, kiri dan kanan (left hemisphere and right hemisphere), yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua belahan otak tersebut mempunyai fungsi, kiprah dan respon yang berbeda, dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan (Semiawan, C., 1997). Dalam upaya insan belajar, belahan otak kanan berfungsi menangkap keseluruhan yang berpengertian dan penjelasan, kreatif dan imajinatif, sedangkan belahan otak kiri berfungsi untuk mengamati hal-hal yang logis, linier, dan teratur. Kedua belahan otak itu dalam pembelajaran sebaiknya berfungsi dalam keseimbangan. Jadi, konsep mencar ilmu mengandung implikasi memfungsikan aspek nalar, logis maupun kreatif (baca pula definisi mencar ilmu dalam pengertian mencar ilmu berdasarkan para sangat menguasai). Berikut ini ada beberapa aliran yang besar lengan berkuasa di dunia ilmu dalam mengartikan belajar.
Belajar berdasarkan Visi Behaviorisme
Behaviorisme yaitu aliran psikologi yang percaya bahwa insan terutama mencar ilmu alasannya yaitu imbas lingkungan. Belajar berdasarkan teori behaviorisme yang agak radikal yaitu perubahan sikap yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanisme. Oleh alasannya yaitu itu, lingkungan yang sistematis, teratur dan terpola sanggup memmemberikankan imbas (stimulus) yang baik sehingga insan bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memmemberikankan respon yang sesuai.
Ada dua tokoh dikenal dan banyak dipakai dalam behaviorisme yang memelopori teori ini dan mempunyai perbedaan dalam menjelaskan proses terjadinya belajar. Pertama, yaitu Pavlov yang berbicara ihwal stimulus yang dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk memmemberikankan capons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan lingkungan (refleks yang dikondisikan) selanjutnya disebut classical Conditioning. Kedua, yaitu Skinner yang agak berbeda pendiriannya dengan Pavlov. Skinner beropini bahwa sikap insan yang sanggup diamati secara eksklusif yaitu tanggapan konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan, maka hal tersebut akan diulanginya lagi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut yaitu kekuatan pengulang (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi. Teori ini dikenal dengan sebutan operant conditioning. Belajar yaitu tanggapan (konsekuensi, kekuatan pengulang) dari suatu perbuatan yang mengdatang kan perbuatan tersebut kembali. Apabila perbuatan tersebut menyenangkan (contohnya seseorang yang lapar dan makan, merasa nikmat apabila kenyang), lain kali akan makan lagi kalau lapar (positive reinforcement). Sebaliknya, apabila balasannya tidak nikmat (contohnya apabila terlalu kenyang), maka tidak akan terdorong untuk dilakukan lagi (negative reinforcement).
Sekelumit ihwal Belajar berdasarkan Konstruktivisme
Berbeda dari pendapat behaviorisme yaitu konstruktivisme yang merupakan salah Saw pandangan psikologi kognitif Konstruktivisme bertolak dari pendapat bahwa mencar ilmu yaitu membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri (Bootzin, 1996), sehabis dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (form within).
Dalam perbuatan mencar ilmu mirip itu bukan apa (isi) pembelajarannya yang penting, melainkan bagaimana mempergunakan peralatan mental kita untuk menguasai hal-hal yang kita pelajari. Pengetahuan itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri seseorang melalui pengalaman, pengamatan, pencernaan (digest), dan pemahamannya.
III. KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Belajar berdasarkan Klien (Learning Principles and Application, 1993, halaman 2), adalah: Proses eksperiensial (pengalaman) yang menghasilkan perubahan sikap yang relatif permanen dan yang tidak sanggup dijelaskan dengan keadaan sementara kedewasaan, atau tendensi alamiah.
Rumusan Klien yang agak behavioristik meskipun dipengaruhi oleh fenomenologi dan menunjuk pada experiential learning, perlu disela dengan orientasi konstruktivisme yang merupakan bab dari psikologi mencar ilmu yang berorientasi humanistik. Artinya, memang mencar ilmu tidak terjadi alasannya yaitu proses kematangan dari dalam saja (innate tendencies, yang merupakan faktor genetis), melainkan juga alasannya yaitu pengalaman yang perolehannya bersifat eksistensial. Penulis menambahkan bahwa psikologi mencar ilmu yang berorientasi pada pendekatan humanistik dipengaruhi oleh adanya kebebasan individu yang dilandasi oleh potensi talenta dan minatnya untuk berbagi sikap yang terarah atas tanggung tpendapat dan pilihannya sendiri.
Aktualisasi diri yang berawal dari tergeraknya potensi dari dalam (from within) yaitu permulaan insan mencar ilmu mencapai realisasi diri secara optimal. Untuk itu, ia mencar ilmu bagaimana ia harus mencar ilmu sepanjang hayat.
IV. BAGAIMANA KITA BELAJAR?
Bagaimana kita belajar, sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro mencar ilmu terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Pengaruh negatif sanggup tiba dari luar dinding sekolah ditambah pula oleh orientasi pembelajaran yang ditandai oleh ciri alienatif alasannya yaitu keterasingan pebelajar dari proses mencar ilmu yang sesungguhnya. Hal ini terutama berkaitan dengan proses mencar ilmu yang bersifat satu arah, di mana guru mempertanggungtpendapatkan "body of material" secara sepihak. Si pelajar secara mayoritas bersifat pasifkarena guru mengalirkan sejumlah ilmu kepadanya, menyerupai suatu ember yang airnya dituangkan dari luar ke dalam dirinya.
Padahal psikologi kontemporer ihwal mencar ilmu (konstruktivisme) mengisyaratkan bahwa mencar ilmu yaitu mengonstruksikan pengetahuan yang terjadi from within. Jadi, tidak memompakan pengetahuan itu ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu bercengkrama yang ditandai oleh suasana mencar ilmu yang bercirikan pengalaman dua sisi (two-sided experience, Buber, 1970). Ini berarti bahwa penitikberatan tidak lagi seharusnya pada kuantitas materi, melainkan pada upaya biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara dampak dan imbastif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif.
Coleman di dalam bukunya "Emotional Intelligence" (1995), mengisyaratkan bahwa insan mempunyai dua segi mental, pertama, berasal dari kepala (head) dengan ciri kognitif dan kedua, berasal diri hati sanubari (heart), dengan ciri afektif. Antara kehidupan kognitif dan kehidupan afektif ada korelasi yang erat. Di dalam struktur otak neuron sel otak yang menghubungkan dua kehidupan ini disebut extended amygdala.
Penggunaan fungsi otak yang dampak dan imbastif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang dinamis dengan fingkungan yang meliputi ciri-ciri fisik, mental dan sentimental yang menjadikan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan berakibat terhadap pemekaran kemampuan insan secara optimal.
Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur dalam pendekatan sistemnya yang disebut analisis dua jalur two road analysis (front-end, muka belakang), yaitu meliputi tiga komponen, yaitu sebuah incaran group analysis (siapa penerima didik yang kita hadapi), content analysis (apa target kegiatan kita), serta context analysis. Artinya, apa relevansi kegiatan itu (konteks) dan terkait dengan itu, kompetensi apa yang diharapkan pada ujung kegiatan tersebut (end). Untuk menjalani pekerjaan tertentu (job analysis), sanggup diadakan dianalisis dari muka (front) ke belakang (end) dan dari belakang ke muka. Konten apa yang perlu dimemberikankan untuk mempunyai kemampuan sesuai dengan tuntutan pekerjaan (front) populasi target tertentu. Jadi, analisis populasi sasaran, analisis konteks dan konten yaitu kerangka dari analisis sistem tersebut. Dalam hal terakhir berkenaan dengan konten itulah perlu dijaga kurikulum (rancangan belajar) yang menjadi cakupan (area of interest) untuk dijaga koherensinya serta menyaring "banjir" isu tanggapan globalisasi. Tentu saja pengembangan kurikulum mirip ini memerlukan sosialisasi, pembinaan (training) dan pengembangan, sehingga meningkatkan dampak dan imbastivitas penyelenggara pendidikan.
V. PENUTUP
Bagaimana kita mencar ilmu sanggup ditelaah secara mikro dan makro. Secara mikro terkait dengan proses pembelajaran itu sendiri. Proses mencar ilmu diupayakan biar siswa bisa memakai peralatan mentalnya (otaknya) secara dampak dan imbastif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama juga keterlibatan sentimental yang kreatif. Dengan demikian, proses mencar ilmu ini disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Secara makro, pembelajaran ditinjau dari adanya analisis dua jalur yang dalam pendekatan sistemnya meliputi figa komponen, yaitu analisis konten (content analysis) yang dikaitkan dengan kepada siapa (analisis populasi target atau sebuah incaran group anaysis) konten tersebut serta dalam konteks apa (analisis konteks, context analysis) pembelajaran dilakukan.
REFERENSI
- Bootzin, R.R., Bower, G.H., Zajong, R.B., Hall, E. 1986. Psychology Today. An Introduction. New York: Random House.
- Buber. M. 1970. I and Thou, Translation by. Kaufman. New York: Charles Scribnee's Sons.
- Clark, B. 1986. Growing up Gifted. Columbia, USA: CE Merril Publishing Co.
- Coleman, D. 1995. Emotional Intelligence. New York, USA: Bantam Books.
- Klien, S. B. 1996. Principles and Applications, third edition. New York: McGraw-Hill.
- Romizowsky, Aj. 1986. Producing Instructional Systems: New York: Kogan Page.
- Semiawan, C. 1997. PerspektitPendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo.
- Semiawan, C. 1998. Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Semiawan, C. 1998, Pelatihan TOT Evaluasi Kemampuan Mengajar (Persero Pelabuhan Indonesia 11).
Advertisement